Kamis, 17 April 2008

KESEHATAN KERJA BURUH


I. PENDAHULUAN

Dalam hukum perburuhan orang menyebut bidang kesehatan kerja dengan menggunakan nama ‘Perlindungan Buruh” dalam bahasa aaasing “ARBEIDSBES CHERMING” karena bidang ini dimaksudkan untuk meelindungi buruh, yaitu melindungi buruh dari perlakuan pemerasan oleh pihak majikan.

Dunia leberal memandang kedudukan ekonomis buruh sama kuatnya dengan kedudukan pengusaha yakni majikan karenaa dalam dunia liberal kebebasan dijunjung tinggi.

Pada dewasa ini khususnya di Indonesia semua bidang dalam hukum perburuhan bertujuan untuk melindungi buruh dari pihak yang lemah ekonominya terhadap majikan yang kuat ekonominya. Semua peraturan perburuhan mengandung maksud untuk melindungi buruh yakni dalam bidang hubungan kerja bidang kesehatan.

Dasar hukum dari kesehatan kerja adalah undang-undang kerja no. 12 tahun 1984 (undang-undang pokok kessehatan kerja) yang menegaskan bahwa buruh dalam suatu hubungan kerjanya dengan majikan menrima upah dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan mengenai kesehatan kerja. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan kesehatan kerja mengatur larangan pekerjaan anak, persyaratan pekerjaan bagi orang muda dan wanita, jam kerja waktu makan, dan istirahat, kerja lembur, dan cuti.

A. Latar Belakang

Kesehatan kerja ini merupakan penjagaan agar buruh melakukan pekerjaan-pekerjaan layak bagi kemanusiaan dan tidak hanya ditujukan terhadap pihak majikan yang hendak memeras tenaga buruh. Usaha perlindungan nampaknya merugikan pihak buruh misalnya larangan pekerjaan anak akan mengakibatkan bahwa anak tidak dapat lagi mencari nafkah untuk meringankan beban orang tuanya.

Karena dengan keadaan yang demikian maka kita dapat melihat kembali keadaan masa lampau sekaligus membandingkan dengan keadaan yang terjadi pada masa lampau. Kitaa dapat mengetahuinya pada waktu jaman perbudakan yang mana berlangsungnya bersama-sama dengan jaman rodi sampai hapusnya perbudakan pada tahun 1992, jaman rodi dan jaman punale sanksi antara tahun 1872 sampai dengan tahun 1992. Jaman rodi dan jaman punale sanksi berlangsung persamaan ssampai hapusnya rodi pada tahun 1938.

Jaman perbudakan berakhir ssecara nyata pada tanggal 31 desember 1921. Para budak mempunyai kedudukan yang agak lumayan baik karena semuanya didasarkan pada prinsip kemanusiaan yang adil an beradab “yang merupakan aturan hukum adat pada jaman perbudakan ulu.

Sedangkan pada jaman rodi di Jawa dan Madura berakhirnya pada tanggal 1 Februari 1938, kecuali ditanah partikelir baru dihapus tahun 1964. Kesehatan kerja disini terletak pada masalah pembatasan waktu lamanya pekerjaan. Perlindungan buruh ini dalam prakteknya sering dilanggar, karena pengawasannya justru ditugaskan kepada mereka dan dilakukan oleh mereka yang berkepentingan sendiri. Penghapusan rodi dilakukan dengan membayar uang pembebasan atau tebusan kepada pemeerintah dan bersamaan dengan itu gaji pegawai dinaikkan dengan masuknya uang pembebasan tersebut.

Jaman Punale Sanksi berakhir pada tanggal 1 januari 1942. Disamping peraturan punale sanksi itu dapat diadakan peraturan pengawasan yang membatasi atau mengurangi kekuasaan majikan itu, tetapi demikian itu hanya berarti mengesahkan ketidakbebasan buruh, sedang sumber dari segala kelaziman itu ssendiri tidak dilenyapkan. Satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan bagi buruh adalah penghapusan punale sanksi.

Dewasa ini untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh, maka menetapkan antara lain bahwa tempat tinggal yang disediakan bagi buruh harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. berlantai kayu,

2. tersedia cukup dipan,

3. tinggi dipan harus sedikitnya setengah meter di atas tanah,

4. dapur harus ditempatkan di ruangan tersendiri,

5. di daerah yang terdapat harimau, harus dibuatkan pagar sekeliling tempat tinggal buruh dan sekeliling kakus dan tempat mandi, jika yang terakhir ini ada,

6. tempat tinggal buruh dan tempat mandi serta kakus harus dihubungkan dengan jalan yang terpelihara baik atau dengan papan,

7. untuk tiap buruh harus tersedia sebuah selimut dengan cuma-cuma,

8. buruh tidak boleh diwajibkan melakukan pekerjaan selama petang dan sehari bekerja lebih dari sepuluh jam,

9. buruh sebulannya harus diberi empat hari penuh atau delapan kali setengah hari istirahat dan juga pada hari raya (cina) yang diakui secara resmi.

Sedangkan untuk menjaga kesusilaan orang yang sudah kaawin harus diberi tempat tinggal

B. Rumusan Masalah

1. Apakah usaha yang akan kita lakukan agar tidak terjadi pemerasan (eksploitasi) tenaga buruh oleh majikan misalnya pada jaman dahulu mempekerjakan para budak, melakukan kerja rodi, dan sebagainya.

2. Dengan melihat sejarah pada jaman perbudakan, jaman rodi, jaman punale sanksi dan dengan melihat realita hidup sekarang ini maka bagaimana usaha kita untuk mengantisipasi dan menanggulangi segala sesuatu yang berhubungan engan massalah kesehatan kerja bagi buruh pada dewasa ini ?

3. Apakah dengan adanya sanksi hukum yang tegas maka terus dapat menghentikan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh majikan sebagai penguasa terhadap buruh sebagai kaum lemah dalam hal kesehatan kerja bagi buruh dewasa ini ?

II. PEMBAHASAN

Undang-undang kerja pada dasarnya berlaku bagi semua buruh dan majikan dengan tidak membeda-bedakan. Undang-undang kerja mengatur pekerjaan anak, pekerjaan orang muda, pekerjaan orang wanita, waktu kerja, waktu istirahat dan tempat kerja.

Mengenai pekerjaan anak, anak dilarang menjalankan pekerjaan. Maksud larangan pekerjaan anak itu adalah menajaga kesehatan dan pendidikannya. Larangan itu sifatnya mutlak. Dimana semua perusahaan dilarang. Tetapi melakukan pekerjaan sebagai seorang swa pekerja tidak dilarang. Maka seorang anak di bawah umur 14 tahun bukan tidak boleh melakukan pekerjaan antara pukul 8 malam sampai pukul 5 pagi dalam suatu pekerjaan pada suatu perusahaan.

Untuk menjaga kesehatannya dan berkembangnya kemajuan jasmaninya dan rohaninya maka dibatasi. Orang muda dibawah umur 16 tahun tidak boleh melakukan pekerjaan di kapal sebagai juru api atau tukang batu bara, hal tersebut ada kekecualiannya.

Orang wanita dibatasi dalam melakukan pekerjaan karena wanita lemah badannya dan untuk menjaga kesehatan dan kesusilaannya. Orang wanita pada malam hari hany tidak boleh melakukan pekerjaan yang terlarang bagi anak dibawah umur 12 tahun. Sebagai pengecualian bahwa wanita dalam jumlah tertentu antara pukul 10 malam dan pukul 5 pagi dapat melakukan pekerjaan dengan keperluan khusus setelah ada ijin dari kepala pengawasan perburuhan. Undang-undang kerja juga mengatur masalah haid dan melahirkan karena semata-mata untuk menjaga kesehatan buruh wanita dan anaknya.

Mengenai waktu kerja undang-undang kerja menetapkan bahwa buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) pernah melemahkan ketentuan waktu kerja 7 jam sehari dengan mengakui aadanya kebiasaan waktu kerja 8 jam sehari pada pelayaran antar pulau (tanpa adanya 1 jam lembur). Buruh tidak boleh melakukan pekerjaan selama petang hari, waktu kerja selama 7 jam sehari tidak boleh digunakan secara terus-menerus, waktu mengaso sedikitnya setengah jam lamanya, tiap pekan harus diadakan 1 hari istirahat.

Dengan melihat uraian di atas maka disini benar-benar ditekankan bagaimana prakteknya dengan melihat realita sekarang ini. Sebab dimungkinkan banyak sekali penyimpangan terhadap peraturan yang terjadi di maasyarakat dewasa ini, dengan tidak melihat akibat yang ditimbulkan. Di satu sisi memang orang menginginkan pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan dengan tidak memandang usia. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya konflik-konflik dalam maasyarakat yang terjadi karena adanya benturan kepentingan.

Maka yang diharapkan adalah bagaimana kita mampu mengentaskan masalah-masalah yang terjadi dewasa ini. Masalah konkritny misalnya, anak-anak dibaawah umur harus bekerja karena untuk membantu ekonomi keluarga. Mungkin perlu proses yang panjang dalam meredamkan keadaan seperti itu, tetapi memang itulah realitanya. Apalagi jika sudah menyangkut kesehatan kerja. Kesehatan kerja disini yang ditengahkan tidak hanya kesehatan jasmani dan rohani para buruh dan majikan, tetapi apakah undang-undang kerja yang mengatur segala sesuatunya tentang buruh dan majikan dibanding perlindungan buruh itu sehat atau tidak dan dilaksanakan dengan baik atau tidak.

III. PENUTUP

Undang-udang kerja yang mengatur masalah kesehatan kerja yang ditekankan disini adalah perlindungan buruh yang sudah cukup jelas peraturannya. Tinggal bagaimana pelaksanaannya. Dimana perlindungan buruh mengatur larangan mempekerjakan anak, wanita (dengan berbagai ketentuan), tempat kerja dan waktu bekerja. Maksudnya tidak boleh mengeksploitaasi tenaga kerja buruh karena hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan. Kita dapat melihat pada proses tersebut maka diharapkan bagaimana seharusnya kita melaksanakan tentang perlindungan buruh sesuai dengan peraturan. Tapi memang tidak bisa dipungkiri karena sering muncul benturan konflik antar kepentingan.

Kesimpulan

Dengan melihat realita dewasa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ssesungguhnya semua yang sudah ditetapkan dalam undang-undang kerja belum dilaksanakan sepenuhnya. Dimana perlindungan buruh disini sangat kurang, misalnya kasus tenaga kerja wanita (TKI) yang akan bekerja di Arab tetapi dijual oleh penyalur tenaga kerjanya, padahal masih banyak anak dibawah umur. Dengan kejadian tersebut bahwa kesehatan dan keselamatan kerja sangatlah kurang dimana hak dari para buruh tidak diperhatikan dan apa yang seharusnya dia dapatkan tidak ia terima. Sehingga diharapkan keadilan yang benar-benar nyata, maka janganlah yang berkuasa menindas yang lemah tetapi gunakanlah kekuasaan itu sebagai payung untuk melindungi yang lemah.

Tidak ada komentar: