Kamis, 17 April 2008

MANIPULASI DALAM PERJANJIAN KERJA

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perjanjian Kerja

2. Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeldsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut :

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke satu di buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, pasal 1 angka 6 memberikan pengertian yakni:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan / atau tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.

Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut di atas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “di bawah perintah pihak lain”, di bawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan (Sub Ordinasi).

Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1979 tentang Ketenagakerjaan sifatnya lebih luas. Dikatakan lebih luas karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha dalam bentuk tertulis maupun lisan, dan jangka waktunya tertentu maupun tidak, lebih luas karena memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja, sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah satunya adalah upah di samping hak dan kewajiban lain yang akan dibicarakan secara tersendiri.

3. Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja yakni:

a. Adanya unsur work atau pekerjaan.

Dalam suatu perjanjian harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603 a yang berbunyi :

“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seorang ketiga menggantikannya”.

b. Adanya unsur perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.

c. Adanya waktu

Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam melakukan pekerjaan harus disepakati jangka waktunya.

d. Adanya upaya

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusha adalah untuk memperoleh upah, sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.

4. Syarat sahnya perjanjian kerja

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam passal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini diintrodusir oleh pasal 12 ayat 1 Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :

1. Kemauan bebas kedua belah pihak

2. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak.

3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

5. Bentuk dan jangka waktu perjanjian kerja

Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis. Dalam pasal 14 Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan :

a. nama, alamat perusahaan dan jenis usaha.

b. Nama dan alamat pekerja

c. Jabatan atau jenis pekerjaan

d. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekrja

e. Besarnya upah dan cara pembayaran

f. Tempat pekerjaan

g. Mulai berlakunya perjanjian kerja

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat

i. Tanda tangan para pihak dalam prejanjian kerja.

Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu.

6. Kewajiban para pekerja.

a. Kewajiban buruh atau pekerja

Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh atau pekerja diatur dalam pasal 1603, 1603a, 1603b, 1603c KUHPerdata yang pada intinya adalah sebagai berikut :

1. Buruh atau pekerja wajib melakukan pekerjaan, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja.

2. Buruh atau pekerja wajib menaati aturan dan petunjuk majikan atau pengusaha.

3. Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika buruh atau pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian.

b. Kewajiban majikan atau pengusaha

1. Kewajiban memberikan istirahat atau cuti, pihak majikan atau pengusaha wajib untuk memberikan istirahat tahunan kepaada pekerja secara teratur.

2. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan, majikan atau pengussaha wajib mengurus perawatan atau pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal di rumah majikan (pasal 1602x KUHPerdata).

3. Kewajiban memberikan surat keterangan, kewajiban ini didasarkan pada ketentuan pasal 1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan atau pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan.

4. Kewajiban membayar upah, dalam hubungan kerja kewajiban utama bagi seorang pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu.

A. Rumusan Masalah

1. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan yang tidak benar (bohong), merasa pabrik bangkrut padahal hanya ingin untuk mengalihkan modal ke daalam usaha yang lain.

2. Fasilitas yang dijanjikan tidak terpenuhi.

3. Buruh mogok, karena minta naik gaji yang tidak relevan.

II. PEMBAHASAN

Dalam hal pemutusan hubungan kerja diatur dalam UU No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, pasal 1 angka 6 akan tetapi hal tersebut belum bisa memastikan kepaaastian kebenaran secara fakta, masih harus disesuaikan dengan fakta-fakta yang harus dicari kebenaran hal tersebut, membutuhkan sebuah lembaga yang independent yang menangani masalah tersebut, begitu juga dalam fasilitas yang dijanjikan haruslah dituangkan secara rinci dalam perjanjian kerja dengan bataas waktu pemenuhan hal ini agar tidak merugikan pihak pekerja.

Apabila pekerja meminta kenaikan gaji sementara kenaikan gaji tersebut tidak relevan dengan keuntungan perusahaan, maka haruslah dijelaskan secara terperinci dan terbuka. Sehingga dapat diselesaikan secara musyawarah dan menguntungkan kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusaha.

III. PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Masalah ketenagakerjaan akan selalu timbul karena adanya tarik menarik kepentingan antara pekerja dan pengusah. Hal tersebut akan semakin rumit apabila masing-masing pihak mementingkan kepentingan masing-masing tanpa memberikan toleransi kepada pihak yang lain. Apabila masing-masing pihak saling toleransi dan bersikap terbuka dan mau bermusyawarah, maka masalah antara pekerja dan pengusaha akan dapat diselesaikan, tanpa harus menggunakan kekerasan dan menang sendiri dengan kebenaran di masing-masing pihak. Alangkah baiknya dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan yang selalu timbul ini dilibatkan pihak-pihak yang bisa membantu seperti pemerintah atau lembaga independent yang harus bisa menangani masalah tersebut dengan berkoordinasi dengan serikat pekerja dan kelompok pengusaha yang telah terbentuk. Dalam prosesnya tetap mengacu dan berpedoman terhadap hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia (Hukum Positifaaaaaa0. Sekaligus belajar terhadap kesalahan yang dibuat sehingga lebih menyempurnakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia sehingga hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha akan lebih kompak dan saling menguntungkan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Apeldoor, L. J. Van, 1985, Pengantar Ilmu Hukum (Terjemahan Dotard Salindo), Pradaya Paramita, jakarta.

Djumialdji, FX, 1992, Perjanjian Kerja, Bumi Aksara, Jakarta,

Lalu Husni, SH, M.Hum, 2000, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Graafindo Persada, Jakarta.

Tidak ada komentar: