Kamis, 17 April 2008

TINGKAT KEPEDULIAN PERUSAHAAN TERHADAP KESEHATAN PARA PEKERJA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN

Perusahaan adalah tempat untuk mencari nafkah bagi para pengawal atau buruh. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dalam hal ini perusahaan-perusahaan memerlukan kinerja yang baik pada para buruh agar kegiatan perusahan dapat berjalan dengan baik dan tidak mengalami kerugian. Banyak factor yang mendukung dan menghambat tingkat kerajinan dan semangat pekerja dalam melakukan tugasnya di perusahaan. Yang akan saya bahas disini ialah masalah factor yang menghambat kerajinan dan semangat para pekerja. Salah satu factornya ialah masalah kesehatan. Jika dilihat dan diperhatikan sangat sedikit perusahaan yang memperhatikan masalah kesehatan bagi pekerjanya, kalaupun ada itu hanya sebagai fasilitas pelengkap saja.

II. PEMBAHASAN

Di Indonesia banyak sekali kita lihat perusahaan yang begitu besar dan maju. Semua itu berkat pegawai yang bekerja, yang mayoritas pekerjanya paling banyak para buruh kelas bawah yang seringkali kesehatan dan jaminan prasarana penjagaan kesehatannya terabaikan. Dalam pengertian bahwa masalah kesehatan bagi para buruh bukanlah hal yang penting bagi sebuah perusahaan. Pada prinsipnya ini melanggar hak-hak yang bisa dimiliki oleh para buruh tersebut dan dapat diproses secara hukum.

Hukum kesehatan jika dilihat pengertiannya adalah suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan hokum yang secara langsung ada hubungannya dengan pelaksanaan kesehatan dan penerapan dari peraturan–peraturan. Selebihnya mengenai pelayanan kesehatan tersebut di badan hokum perdata, hokum tata negara, dan bidang hokum pidana.

Sedangkan jika dirujuk menurut AMVB pasal 18 tugas dari dinas kesehatan perusahaan adalah :

1) Menyelenggarakan penerimaan karyawan menurut ilmu kesehatan.

2) Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala yang dalam melakukan pekerjan mereka menghadap bahaya bagi kesehatan mereka.

3) Melakukan segala sesuatu untuk mencegah penyakit-penyakit yang dapat diderita oleh para karyawan karena melakukan pekerjaan mereka.

4) Bekerjasama untuk mencegah dan meniadakan terjadinya kecelakaan :

- Bekerjasama untuk mengadakan revalidasi.

- Bekerjasama untuk menghindarkan dan memberantas akibat-akibat yang merugikan para karywan (missal : uap, gas-gas yang sifatnya merugikan).

- Menyelenggarakan penerimaan orang-orang yang sakit.

- Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan atau pada waktu jatuh sakit.

- Melakukan lain-lain pemeriksaan selain dari pemeriksaan kesehatan pada pemeriksaan kesehatan pada penerimaan karyawan baru.

- Bekerjasama untuk memajukan hubungan perburuhan yang baik.

- Bekerjasama dalam mengadakan analisa perburuhan.

- Melakukan kegiatan-kegiatan dan memajukan tindakan untuk membatasi orang tidak masuk kerja karena sakit.

- Bertindak sebagai penasehat medis dari dana-dana sosial dan lembaga sosial.

- Membuat peringatan kepada majikan mengenai pencegahan penyakit yang dapat diderita oleh para karyawan atau mengenai bahaya yang dapat timbul dalam pekerjaan.

- Memperhatikan keadaan yang dapat mempengaruhi orang dalam melakukan pekerjaan.

- Memperhatikan pengaruh-pengaruh yang merugikan yang disebabkan karena sifat-sifat pekerjaan alat-alat yang dipakai lingkungan kerja atau lamanya melakukan pekerjaan.

- Membuat analisa mengenai penyakit-penyakit yang timbul dalam pekerjaan dan mengenai keadaan yang menyebabklan timbulnya penyakit-penyakit tersebut.

Dari teori-teori di atas dapat dikatakan begitu banyak yang bisa diatur dalam jaminan hokum kesehatan bagi para pekerja. Sayangnya peran Dinas Kesehatan perusahaan sangat kurang dan para pengusaha yang nakal sehingga teori tersebut benar-benar menajdi teori sebab dalam praktek sehari-hari di lapangan peraturan tersebut tidak dilaksanakan bahkan dilanggar.

Salah satu kasus yang baru terjadi yang menunjukkan kurangnya kepedulian perusahaan terhadap jaminan kesehatan bagi para pekerja ialah kasus insiden keracunan di Carefour. Keracunan ini sudah kedua kalinya bagi karywan Carefour ratu Plaza Jakarta Selatan. Sebelumnya pada peristiwa keracunan pertama 5 November 2002 lebih banyak korban yang jatuh 146 orang dilaporkan merasa mual, beberapa orang pingsan, 52 orang harus rawat inap. Para korban sebagaian besar adalah pegawai biasa yang berdekatan dengan wilayah kasir, lobi dan pintu masuk. Hal ini disebabkan rusaknya AC yang ada di daerah basement, sehingga karyawan membuka kaca jendela yang menyebabkan masuknya asap di samping itu sirkulasi dan proses pembuangan dan pengeluaran sirkulasi udara yang kurang.

Jika sejak dari peristiwa pertama pihak pengusaha dan pemilik gedung sudah mempunyai itikad baik dan mau bertanggung jawab maka peristiwa kedua tidak akan terjadi. Kadar CO yang tinggi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, yang lebih berbahaya jika masuk ke dalam pembuluh darah akan menyebabkan kematian.

Jika melihat kasus ini, pihak Dinas Kesehatan sepertinya hanya tenang-tenang saja. Padahal bila terlanjur timbul korban dan terbukti pengusaha lalai karyawan kpara pekerja yang dirugikan berhak menggugat ke pengadilan ini sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 1/1970 Tentang keselamatan dan kesehatan kerja, pengusaha wajib menyediakan lingkungan kerja yang nyaman dan sehat.

Selainitu pemerintah juga telah menyediakan sarana jaminan kesehatan bagi para pekerja dalam Jamsostek sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1992. hanya saja dalam pelaksanaannya sarana dan prasarana kesehatan yang menggunakan fasilitas sering tidak memuaskan para konsumen. Di rumah sakit ataupun di Puskesmas para pengguna kartu Jamsostek sering tidak dilayani dengan baik.

Di negara-negara maju masalah kesehatan sangat diperhatikan, misalnya negara jepang yang memperhatikan proses sanitasi tempat kerja, fasilitas pusat kesehatan dan makanan yang steril bagi karyawan.

Untuk berjalannya Undang-Undang mengenai kesehatan para pekerja diperlukan badan Pengawas diantaranya adalah :

a. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

b. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

Jika disimpulkan Undang-Undang yang mengatur peraturan masalah keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah :

1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok-pokok mengenai tenaga kerja khusus pasal 9 dan 10.

2) Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja Undang-Undang ini mengatur baik mengenai keselamatan kerja maupun kesehatan kerja.

3) Garis-garis Besar haluan Negara (GBHN), Tap MPR No. 11/1983.

4) Undang-Undang UAP Tahun 1930 stbl No. 255 Tahun 1930.

5) Undang-Undang Petasan Tahun 1932 stbl No. 143.

6) Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti :

a) Peraturan Menteri No. 02 Tahun 1970 tentang pembentukan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja di tempat yang disempurnakan dengan keputusan Mentri No. 155 Tahun 1983.

b) Peraturan Mentri No. 02 Tahun 1970 tentang persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja.

c) Peraturan Mentri No. 01/MEN/Tahun 1978 tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengangkutan kayu.

d) Peraturan Mentri No. 04/MEN/Tahun 1978 tentang berlakunya peraturan umum instalasi listrik (PUIL Tahun 1977) di tempat kerja.

e) Peraturan Mentri No. 01/Tahun 1979 tentang penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan.

f) Peraturan Mentri No. 01/Tahun 1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada instruksi bangunan.

g) Peraturan Mentri No. 02/Tahun 1978 tentang pemeriksaan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.

h) Peraturan Mentri No. 03/Tahun 1984 tentang pengawasan terpadu bidang ketenagakerjaan.

Di dalam meningkatkan usaha-usaha keselamatan kerja dan kesehatan kerja ini maka hal-hal atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang perlu dilakakukan adalah :

1) Peningkatan dan pemyempurnaan peraturan perundang-undangan, khususnya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 baik dengan bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Mentri.

2) Peningkatan jangkauan dan mutu pengawasan melalui pendidikan atau penataran bagi para pengawas baru.

3) Peningkatan pengawasan pada sektor-sektor yang dianggap rawan (perusahaan yang tingkat resiko kecelakaannya tinggi dan tempat-tampat kerja yang banyak melibatkan tenaga kerja dibarengi dengan langkah penindakan.

4) Peningkatan pembinaan di bidang keselamatan dan kesehatan krja melalui jalur dewan keselamatan dan kesehatan kerja, ahli dan petugas keselamatan dan kesehatan kerja.

III. PENUTUP

Kesimpulan

Banyaknya perusahaan besar di Indonesia kebanyakan sedikit sekali yang memperhatikan kesehatan bagi para pekerja dalam melakukan tugasnya, sehingga kenyamanan bekerja menjadi berkurang.

Di Indonesia penegakkan hukum mengenai hukum kesehatan sangat kurang sekali bagi para karyawan. Menurut pengertiannya hukum kesehatan itu sendiri adalah suatu keseluruhan dari peraturan hokum yang secara langsung ada hubungannya dengan pelaksanaan kesehatan dan penerapan dari peraturan-peraturan. Selebihnya mengenai pelayanan kesehatan tersebut di badan hukum perdata, hukum tata negara dan bidang hukum pidana, dari pengertian ini hukum kesehatan bisa mengatur segala bidang kesehatan dalam berbagai aspek, lemahnya penerapan hukum kesehatan di Indonesia disebabkan oleh pemerintah yang kurang tegas, para pengusaha dan majikan yang sering tidak patuh pada undang-undang dan mengakali undang-undang.

Para karyawan yang merasa dirugikan seharusnya bersikap tegas dengan hak kesehatan yang dimiliki dengan jalur hukum bisa menuntut para majikan dengan cara menggugat ke pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. HJJ Leenen. Drs. Paf Laminating, S. H. Pelayanan Kesehatan dan Hukum. Bina Cipta.

AMVB Pasal 18 ayat 3.

Drs. F. tengker S. H. CN NOVA. Pelayanan Kesehatan dan Pendemokrasian.

Sendaun H. Manulang, S.H. Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Rineka Cipta. 2001

Tidak ada komentar: