Kamis, 17 April 2008

PERANAN AKUNTANSI DAN MASALAH DALAM PERPAJAKAN


ABSTRAK

Output dari proses akuntansi berupa laporan keuangan, diantaranya Laporan Perhitungan laba Rugi, dimana laba sebagai obyek pajak penghasilan berbeda antara laba menurut prinsip akuntansi dengan laba menurut pajak. Perbedaan laba ini disebabkan tidak seluruh biaya (beban) yang diakui menurut prinsip akuntansi diakui juga oleh pajak (Undang-undang perpajakan).

A. PENDAHULUAN

Akuntansi adalah proses kegiatan pencatatan, pengelompokkan peringkasan, dan penafsiran yang dilakukan secara sistematis mengenai transaksi yang bersifat keuangan pada suatu organisasi. Dari definisi akuntansi di atas, maka kegiatan akuntansi terjadi pada suatu organisasi, baik organisasi yang bertujuan mencari laba (profit oriented), maupun organisaaasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba (nonprofit oriented).

Organisasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba, seperti: pemerintah, lembaga-lembaga sosial, dan lain-lain. Organisaaasi yang bertujuan mencari laba adalah dalam bentuk perusahaan, baik perusahaan perorangan maupun perusahaan dalam bentuk badan (PT, CV, Firma, Koperasi, BUMN, dan lain-lain).

Akuntansi yang berkaitan dengan pajak dalam tulisan ini adalah akuntansi pada organisasi yang bertujuan mencari laba, terkecuali perusahaan yang ditentukan oleh pemerintah.

Seperti pada definisi akuntansi di atas, kegiatan akuntansi diantaranya melakukan peringkasan. Kegiatan peringkasan ini meliputi kegiatan penyusunan laporan keuangan, yang terdiri dari: neraca, perhitungan laba-rugi, dan laporan perubahan modal. Kegiatan akuntansi yang erat hubungannya dengan pajak adalah kegiatan dalam menyusun laporan laba-rugi, karena dalam Undang-undang pajak Penghaasilan 1984, laba bruto usaha merupakan obyek pajak penghasilan (Undang-undang Perpajakan, 1991).

Menurut Prof. S.I. Djajaningrat pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secra langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Pajak penghsilan adalah pajak langsung yang dikenakan kepada badan atau orang pribadi pada tingkat penghasilan tertentu. (Drs. Slamet Munawir, Akt, dkk, 1990, halaman 2 dan 61).

Dalam tulisan ini berkaitan dengan pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan atau organisasi profit oriented sebagai subjek pajak.

B. PERANAN AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN

Khusus dalam SK. Menteri Keuangan No. 108/1979 dimuat ketentuan yang memberikan fasilitas berupa keringanan tarif pajak perseroan (sekarang pajak penghasilan) bagi para pengusaha yang laporan keuangan mereka diaudit oleh akuntansi publik dengan pernyataan: wajar tanpa kualifikasi (unqualified ipiniun).

Pada saat berlakunya ketentuan ini akuntansi mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perpajakan. Karena akuntan publik sebagai seorang ahli akuntansi dapat mempergunakan sepenuhnya konsep/ prinsip/ metode akuntansi yang umum dipergunakan.

Dengan berlakunya Undang-undang Perpajakan tahun 1984, maka SK Menteri keuangan No. 108/1979 dinyatakan tidak berlaku lagi. Prinsip Akuntansi Indonesia sebagai organisasi profesi tidak sepenuhnya diakui oleh pajak.

Sekalipun demikian akuntansi masih mempunyai peranan dalam perpajakan untuk menentukan objek pajak, karena Undang-undang Perpajakan tahun 1984 mewajibkan kepada orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau melakukan bebas di Indonesia untuk menyelenggarakan pembukuan.

Pembukuan adalah pencatatan baik obyek pajak penghaasilan maupun elemen-elemen yang boleh dikurangkan pada penghasilan dengan cara tertentu yang diakui oleh prinsip akuntansi atau cara akuntansi yang bisa diterima oleh perpajakan. Pada dasarnya semua subyek pajak yang memperoleh penghasilanbaik dari usaha bebas maupun perusahaan atau badan harus melakukan pembukuan dengan baik dan tertaur dengan dasar konsisten dengan tahun sebelumnya.

(Drs. Slamet Munawir, akt, dkk, 1990, halaman 37 dan 73). Jasa akuntansi publik melakukan pemeriksaan akuntansi pada wajib pajak sangat membantu perpajakan dalam meyakinkan wajaran laba sebagai proyek pajak, maksudnya jika pihak pajak merasa perlu juga untuk mengadakan pemeriksaan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, mungkin pihak pajak dalam melakukan pemeriksaan hanya mengadakan penyesuaian dengan Undang-undang pajak saja.

C. MASALAH AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN

Undang-Undang Perpajakn No. 7 tahun 1983, pasal 13, ayat 2 terdapat istilah “prinsip pembukuan yang taat azaz (konsisten) dengan tahun sebelumnya”.

Istilah “prinsip pembukuan” dalam akuntansi dikenal dengan istilah prinsip akuntansi. Istilah “konsisten” merupakan salah satu prinsip akuntansi. Dalam akuntansi istilah pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.

Penjelasan Undang-Undang Perpajakan No. 7 tahun 1983 Pasal 13 ayat 1 terdapat kalimat berbunyi: “maka pembukuan harus berdasarkan suatu cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya Prinsip Akuntansi Indonesia yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia”.

Kalimat ini menurut pengertian penulis manunjukkan kemingkinan adanya prinsip akuntansi yang bukan prinsip akuntansi Indonesia, sehingga akan diterima pula laporan keuangan yang berdasarkan prinsip akuntansi negara lain.

Dalam akuntansi istilah “stelsel kas”, dikenal dengan “cash basis”, sedangkan “stelsel akrual” dikenal dengan “accrual basis”. Cara perhitungan penghasilan dan biaya (beban) menurut pajak dengan menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual sudah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984, hanya dalam PAI tidak secara tegas menyebutkan mengenai stelsel kas atau stelsel akrual, tapi pada prinsipnya perhitungannya tidak berbeda dengan pajak.

D. MASALAH PENYUSUTAN AKTIVA TETAP

Penyusutan aktiva tetap menurut Prinsip akuntansi Indonesia (PAI) 1984 menyebutkan metode-metode penyusutan aktiva tetap yang dipakai di Indonesia, terdiri aari metode: straight line, double declining balance, sum of the years digits, annuity, service hours, productive output, dan lain-lain.

Menurut Undang-undang perpajakan No. 7 tahun 1983 Pasal 11 ayat 30 mengenai penyusutan aktiva tetap berbunyi:

a. Golongan 1

Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan, yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 4 tahun.

b. Golongan 2

Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4 tahun dan tidak lebih dari 8 tahun.

c. Golongan 3

Harta yang disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 8 tahun.

d. Golongan bangunan

Bangunan dan harta tak gerka lainnya, termasuk perbaikan atau perubahan yang dilakukan.

Dasar penyusutan setiap golongan harta untuk suatu tahun pajak sama dengan jumlah awal pendapatan pajak untuk golongan harta itu ditambahkan dengan tambahan, perbaikan atau perubahan dan dikurangkan dengan pengurangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (7).

Ayat (5):

Jumlah aawal dari masing-masing golongan 1, 2, 3, untuk suatu tahun pajak adalah sama dengan dasar penyusutan pada tahun pajak sebelumnya, dikurangi dengan yang diperkenankan pada tahun pajak sebelumnya.

Ayat (6):

Jumlah awal dari golongan bangunan untuk suatu tahun pajak adalah sama denga n dasar penyusutan pada tahun pajak sebelumnya, yaitu sebesar harga atau nilai perolehan.

Ayat (7):

Apabila terjadi penarikan harta dari pemakaian:

a. karena sebab luar biasa sebagai akibat bencana atau karena penghentian sebagian basar usaha, maka suatu jumlah sebesar harga sisa bukan dikurangi dari jumlah awal untuk memperoleh daasar penmyusutan dan jumlah sebesar harga sisa bulan itu merupakan kagiatan dalam tahun pajak yang bersangkutan, sedangkan hasil penjualan atau penggantian asuransinya merupakan penghasilan.

b. Karena sebab biasa, yaitu lain dari tersebut pada huruf a, maka penerimaan netto dari harta yang bersangkutan dikurangkan dari jumlah awal untuk memeproleh dasar penyusutan.

Ayat (9):

Tarif penyusutan tiap tahun untuk;

a. Golongan 1 ………………………………………. 50%

b. Golongan 2 ……………………………………….. 24%

c. Golongan 3 ……………………………………….. 10%

d. Golongan Bangunan ……………………………… 5%

Penyusutan aktiva tetap menurut Undang-undang Perpajakan di atas. Walaupun tidak secara tegas disebutkan metodenya, namun menurut hemat penulis ada 2 metode yang dipergunakan: untuk golongan 1, 2 dan 3 menggunakan metode double declining balance, dan untuk golongan bangunan menggunakan metode straight line.

Dengan adanya ketentuan penyusutan dari perpajakan ini, maka akan memungkinkan perbedaan penyusutan antara prinsip akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan dengan yang diterapkan oleh pajak. Hal ini disebabkan:

a. Kemungkinan perusahaan menggunakan metode penyusutan selain yang diterapkan pajak.

b. Metode penyusutan yang dipakai oleh perusahaan sama denga n yang dipakai oleh pajak, tapi presentase penyusutan tidak sama. Contoh:

Laba sebuah perusahaan dalam setahun sebelum dikurangi dengan penyusutan adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Laba sebesar Rp 10.000.000,00 ini misalnya tidak berbeda dengan perhitungan pajak. Aktiva tetap dengan nilai perolehan Rp 5.000.000,00 disusut berdasarkan metode straight line selama 10 tahun tanpa nilai residu, maka penyusutan setahun sebesar Rp. 500.000,00 dan aktiva tetap baru digunakan setahun.

Menurut pajak aktiva tetap tersebut golongan bangunan yang disusut 55 setahun, sehingga penyusutan menurut pajak 5% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 250.000,00 setahun.

Dengan demikian terjadi perbedaan laba antara perhitungan perusahaan dengan perhitunga n pajak.

Perhitungan Perusahaan

Laba sebelum penyusutan ……………….. Rp. 10.000.000,00




Penyusutan ………………………………. Rp. 500.000,00 (-)

Laba sebelum pajak ……………………… Rp. 9.500.000,00




Pajak penghasilan 15% …………………... Rp. 1.425.000,00 (-)

Laba setelah pajak ………………………... Rp. 8.075.000,00

Perhitungan Pajak

Laba sebelum penyusutan ……………….. Rp. 10.000.000,00




Penyusutan ………………………………. Rp. 250.000,00 (-)

Laba sebelum pajak ……………………… Rp. 9.000.000,00




Pajak penghasilan 15% …………………... Rp. 1.462.500,00 (-)

Laba setelah pajak ………………………... Rp. 8.287.500,00

Berdasarkan Prinsip akuntansi Indonesia 1984, Bab II, Pasal 9, untuk perbedaan ini diadakan ayat jurnal dalam buku perusahaan sebagai berikut:

Biaya (beban) pajak …… ……………….. Rp. 1.425.000,00




Pajak yang ditangguhkan ..………………. Rp. 37.500,00 (-)

Pajak Terhutang ………………………… Rp. 1.462.500,00

c. Masalah biaya karyawan dan sumbangan

Menurut UU Perpajakan No. 7 Tahun 1983 Pasal 9 berbunyi:

Ayat (1):

Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak tidak diperbolehkan dikurangkan.

d. Pemberian kenikmatan pejalanan cuti, kenikmatan rekreasi dan kenikmatan lainnya yang diperuntukkan bagi keprluan pegawai dari wajib pajak, termasuk kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor perusahaan dan kinikmatan perumahan, kecuali perumahan daerah terpencil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

e. Sumbangan

Menurut prinsip akuntansi, sumbangan dapat dianggap sebagai biaya apabila sumbangan itu merupakan pengeluaran demi kontinuitas perusahaan perlu dilaksanakan.

Begitu juga dengan penge luaran untuk fasilitas karyawan perusahaan seperti yang disebutkan Undang-undang Perpajakan di atas, menurut prinsip akuntansi dapat dianggap sebagai biaya untuk pengurangan penghasilan. Karena fasilitas untuk karyawan dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam menghasilkan pendapatan.

f. Masalah Penilaian Persediaan

Menurut Undang-undang Perpajakn No.7 tahun 1983, pasal 10, ayat (3) berbunyi:

Penilaian persediaan hanya diperbolehkan menggunakan harga perolehan, yang didasarkan atas pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok yang dilakukan secara rata-rata ataupun yang dialukan dengan mendahulukan persediaan yang didapat pertama.

Jadi menurut Undang-undang Perpajakan dalam manilai persediaan dapat menggunakan 2 metode, yaitu: metode rata-rata dan metode first in first out (fifo) berdasarkan harga perolehan.

Menurut PAI disamping kedua metode di atas, dapat juga dalam menilai persediaan menggunakan metode lifo (last in first out).

E. PENUTUP

Akuntansi merupakan sistem informasi keuangan, dalam hal ini berupa laba rugi perusahaan sebagai obyek pajak.

Laba menurut prinsip akuntansi pada umumnya tidak sama dengan laba menurut pajak, hal ini disebabkan karena perbedaan penerapan metode, serta pengakuan atas pendapatan dan biaya (beban).

Perbedaan laba menurut prinsip akuntansi dengan laba menurut pajak, dapat diatasi dengan membuat jurnal koreksi (penyesuaian). Dalam jurnal koreksi ini dibentuk rekening Pajak Yang Ditangguhkan Bilamana Biaya Pajak menurut prinsip akuntansi lebih kecil dari pajak terutang menurut Pajak, maka rekening pajak yang Ditangguhkan di DEBIT. Sabaliknya bila Biaya Pajak menurut prinsip akuntansi lebih besar dari Pajak terutang menurut pajak, maka rekening pajak Yang Ditangguhkan di KREDIT.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Akuntansi Indonesia, Prinsip Akuntansi Indonesia 1984, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

2. Slamet Munawir, dkk, Perpajakan untuk SLTA, BPFE, Yogyakarta, 1990.

3. Undang-undang Perpajakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

Tidak ada komentar: