Kamis, 17 April 2008

PERENCANAAN PAJAK DITINJAU DARI UMUM

PERENCANAAN PAJAK DITINJAU DARI UMUM

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah sebagai iuran kepada kas negara berdaasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan hasilnya digunakan untuk membayar keperluan umum.

Dalam pelaksanaannya, pajak di suatu perusahaan diserahkan sepenuhnya oleh manajemen pajak yang gunanya untuk menangani perencanaan dan pengurusan pajak perusahaan tersebut. Suatu perusahaan disebut sebagai badan yaitu suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, badan usaha ,milik negara maupun daerah dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, Firma atau organisasi sejenis.

Perencanaan pajak di suatu perusahaan diatur oleh manajemen perpajakan perusahaan tersebut yang pengaturannya dimaksudkan untuk membayar segala macam jenis pajak yang ditanggung oleh perusahaan.

B. Tujuan

Tujuannya adalah untuk mengatur pembayaran pajak pada perusahaan yang dilakukan oleh manajemen pajak yaitu dalam menghadapi Dirjen pajak waktu pemungutan pajak.

Bagaimana mengatasi segala hambatan dalam proses pembayaran pajak dalam perusahaan tersebut.

II. PERENCANAAN PAJAK SUATU TINJAUAN UMUM

PERENCANAAN PAJAK

Bagi perusahaan menejemen pajak dapat dilakukan dengan mempunyai ahli pajak sendiri atau menyerahkan urusan pajaknya kepaada konsultan pajak. Ahli pajak suatu perusahaan menangani perencanaan dan pengurusan semua pajak perusahaan tersebut.

Seringkali manajemen perusahaan menyerahkan masalah perpajkan kepada konsultan pajak, yang mana konsultan pajak harus benar-benar ahli dalam masalah perpajakan. Konsultan pajak harus memiliki “surat ijin” kerja dari Direktorat Jendral pajak.

Salah satu fungsi manajemen pajak adalah perencanaan pajak (tax planning) yang merupakan tahap awal. Dalam penyusunan perencanaan pajak harus sudah memahami secara mendalam tentang peraturan-peraturan perpajakan dan selalu mengikuti perkembangan dan perubahan agar perencanaan pajak dapat berfungsi dengan baik dan tidak terjadi suatu kesalahan.

Manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah sebagai berikut:

1. Mengatur Aliran Kas merupakan perencanaan yang dapat mengestimasikan kebutuhan kaas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat.

2. Penghematan Kasa Keluar adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.

Prinsip-prinsip untuk menghemat pajak adalah:

(a) Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

(b) Menyebar penghasilan ke beberapa tahun untuk menghindari pajak yang tinggi.

(c) Mengambil beberapa keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk usaha yang tepat.

(d) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diukur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak dan potensi penghasilannya.

Beberapa cara yang dapat dipertimbangkan untuk menghemat pajak, adalah:

1. Mempertimbangkan Pelaksanaan Program Tertentu

Agar perusahaan dapat bertahan dan berkembang, maka pada saat-saat perusahaan harus mengadakan program tertentu. Seperti ; program pendidikan dan pelatihan karyawan, program penelitian dan pengembangan, program pemasaran.

Tentu saja program-program tersebut memerlukan analisis dari berbagai faktor untuk menentukan saat pelaksanaannya.

- Analisis dari segi perpajakan.

Misal : Menjelang akhir tahun 1991 diperkirakan PKP PT. Desas-desus sebesar Rp. 500.000.000. Dengan demikian PPh yang seharusnya dibayar adalah sebagai berikut:

Rp 10.000.000 * 15% = Rp 1.500.000

Rp 40.000.000 * 25% = Rp 10.000.000




Rp 450.000.000 * 35% = Rp.157.000.000

Total PPh Rp. 169.000.000

Pada waktu PT. Desas-desus mempunyai program pemasaran untuk memperkenalkan produk baru dan untuk lebih meningkatkan citra produknya dimatai masyarakat yang belum dilaksanakannya, perkiraan biaya program tersebut adalah: Rp 150.000.000.

Jika PT. Desas-desus melaksanakan program tersebut pada periode-periode mendatang.

Misalnya : tahun 1992, maka pada tahun 1991 PT. Desas-desus akan membayar PPh sebesar Rp 169.000.000.- dan pada tahun 1992 perusahaan harus mengeluarkan dana sebesar Rp. 150.000.000.- untuk program pemasaran tersebut.

Jika PT. Desas-desus melaksanakan program tersebut pada akhir tahun 1991 maka PKP-nya menjadi Rp.350.000.000.- (Rp 500.000.000 – Rp 150.000.000) sehingga PPh tahun 1991 adalah:

Sebagai berikut:

Rp 10.000.000 * 15% = Rp 1.500.000

Rp 40.000.000 * 25% = Rp 10.000.000




Rp 300.000.000 * 35% = Rp 105.000.000

Total PPh Rp 116.500.000.-

Dengan demikian pelaksanaan program pemasaran pada kahir tahun 1991 berakibat penurunan pada PPh (penghematan pajak) PT. Desas-desus sebesar Rp. 525.000.000.- yautu sebesar Rp. 150.000.000.- * 35%.

Diasumsikan penghematan pajak tersebut digunakan untuk membiayai program pemasaran tersebut, maka program tersebut hanya membutuhkan dana sebesar Rp. 97.000.000,- (Rp 150.000.000. – Rp 52.500.000)

Jika pelaksanaan program pemasaran tahun 1991 berhaasil, maka PKP pada tahun 1992 akan meningkat sehingga dapat dipertimbangkan lagi untuk program-program lainnya yang dirasakan perlu, namun pada dasarnya perusahaan telah menikmati keuntungan berupa penghematan pajak, terutama penundaan membayar pajak.

2. Pengurangan PKP Perusahaan Melalui Peningkatan Penghasilan Karyawan.

Manajemen yang sehat selalu memperhatikan kesejahteraan para karyawannya karena perusahaan akan memperoleh timbal balik dari mereka. Maka dari itu manajemen perusahaan harus meningkatkan penghasilan karyawannya dari pada harus mengeluarkan uang untuk pajak.

Misalnya : Seharusnya PKP tahun 1991 PT. Desas-desus sebesar Rp.500.000.000 sehingga PPh seharusnya sebesar Rp. 169.000.000. Namun perusahaan mengambil kebijakan untuk menaikkan penghasilan setiapo karyawannya hampir 50% dari gaji mereka.

Untuk hal tersebut perusahaan mengeluarkan dana sebesar Rp.150.000.000.

Dengan adanya kebijaksanaan tersebut maka PKP PT. Desas-desus menurun menjadi Rp.350.000.000.

Dengan itu adanya berarti terdapat pula penghematan pajak sebesar Rp. 52.000.000. penghematan ini tentu dialokasikan untuk membiayai kebijaksanaan menaikkan gaji tersebut. Dengan demikian besarnya perusahaan hanya mengeluarkan dana sebesar Rp. 97.500.000. (sebesar 65% dari total biaya yang diperkirakan) untuk membiayai pelaksanaan kebijaksanaan kenaikan gaji tersebut.

Jika ternyata dengan kebijaksanaan tersebut yaitu dengan kenaikan gaji tersebut menyebabkan penghasilan karyawan melebihi penghasilan tidak kena pajak maka akan menambah pajak penghasilan karyawan, namun tarif yang digunakan relatif lebih kecil.

Hal yang lebih penting adalah bagi perusahaan yaitu bahwa perusahaan dapat mengalihkan beban pajak pada karyawan-karyawannya dengan cara menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan menaikkan gaji karyawan lebih baik dilakukan pada saat PKP perusahaan relatif besar sehingga perusahaan hanya memerlukan dana sebesar 65% dari total biaya yang ditaksir.

3. Membagi Perusahaan Menjadi Beberapa Perusahaan atau Menggabungkan

Perusahaan yang telah berkembang umumnya melakukan diversifikasi usaha seperti membagikan jenis dan macam produk yang dihasilkan, pengembanga n usaha yang baru sama sekali, dan lain-lain. Perkembangan tersebut juga mengakibatkan semakin kompleks dan rumitnya manajemen perusahaan tersebut.

Oleh karena itu pemilik perusahaan cenderung membagi perusahaan yang besar tersebut kedalam pengolahan manajemen yang terpisah sehingga diharapkan lebih efisien dan efektif. Pembagian-pembagian perusahaan tersebut menghindari rentang manajemen (span of management) yang sangat luas di luar kemampuan manajemen, dan menghindari terlalu banyaknya tingkatan manajemen.

Dilihat dari segi perpajakan, pembagian perpajakan atas perusahaan akan memberikan manfaat penghematan pajak, yaitu mengusahakan agar PKP dikenai tarif pajak yang rendah atau sedang (155 dan %%). Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:

- PT Angin Ribut memproduksi 3 jenis produk, yaitu X, Y dan Z. Pada tahun 1991 PKP yang diperoleh untuk masing-masing produk yakni:

a. Produk jenis X, PKP sebesar Rp. 100.000.000

b. Produk jenis Y, PKP sebesar Rp. 150.000.000

c.




Produk jenis Z, PKP sebesar Rp. 250.000.000

Total PKP PT Angin Ribut : Rp. 500.000.000

Maka PPh PT. Angin Ribut tahun 1991 adalah sebesar Rp. 169.000.000. Pimpinan PT. Angin Ribut mempertimbangkan untuk membagi PT. Angin ribut menjadi beberapa perusahaan sesuai dengan produk yang dihasilkan PPh yang dibayarkan PT. Angin Ribut setelah perusahaan tersebut menjadi 3 bagian yaitu:

a. PPh PT. Maju Mundur yang memproduksi X :

Rp. 10.000.000 * 15% = Rp. 1.500.000

Rp. 40.000.000 * 25% = Rp. 10.000.000




Rp. 200.000.000 * 355 = Rp. 35.000.000

PPh PT. Maju Mundur tahun 1991 : Rp. 46.500.000

b. PPh PT. Maju Terus yang memproduksi jenis Y :

Rp. 10.000.000 * 15% = Rp.1.500.000

Rp. 40.000.000 * 25% = Rp. 10.000.000




Rp. 50.000.000 * 35% = Rp. 17.500.000

PPh PT. Maju Terus tahun 1991: Rp.29.000.000

c. PPh PT. Ampuh yang memproduksi jenis Z :

Rp. 10.000.000 * 15% = Rp. 1.500.000

Rp. 40.000.000 * 25% = Rp. 10.000.000




Rp. 200.000.000* 35% = Rp. 70.000.000

PPh PT. Ampuh tahun 1991 : Rp. 81.500.000

Maka keseluruhan PPh yang harus dibayar ketiga pemilik perushaan tersebut adalah Rp.157.000.000. (Rp 29.000.000 + Rp 46.500.000 + Rp 81.500.000). Dari hasil perhitungan tersebut maka adanya pembagian PT. Angin Ribut menjadi tiga perusahaan yang terpisah (masing-masing merupakan wajib pajak), manajemen perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp.12.000.000.- (Rp.169.000.000 – Rp. 157.000.000).

Bagaimana halnya jika terdapat satu atau lebih produksinya menderita kerugian (PKP negatif). Menurut peraturan Perpajakan yang diderita perusahaan boleh di kompensasikan pada periode-periode yang akan datang pada saat perusahaan memperoleh laba.

Namun dengan adanya pertimbangan nilai waktu luang adanya kerugian tersebut berarti perusahaan menunda penerimaan penghematan pajak, seperti penghematan pajak yang diakibatkan penyusutan.

Misalnya penyusutan Aktiva tetap PT Bejo yang diakui perpajakan sebesar Rp.50.000.000 sedangkan PKP perusahaan tersebut ternyata negatif; yaitu Rp.35.000.000 maka sebesar Rp.35.000.000 di kompensasikan tahun berikutnya.

Jika penyusutan tidak, maka PKP PT. Bejo positif, yaitu Rp 15.000.000. Dengan demikian perusahaan yang menimbulkan kerugian berupa tidak diterimanya penghematan pajak dari elemen-elemen lain.

Dilihat dari sudut perpajakan, perusahaan yang produksinya menderita kerugian diusahakan untuk digabung menjadi satu dengan perusahaan yang memperoleh laba besar sehingga dapat menurunkan penghematan pajak bagi perusahaan yang memperoleh laba besar (karena PKP-nya dikurangi dengan PKP negatif yang rugi), disamping penghematan pajak dari perusahaan yang rugi tetap diterima pada saat ini.

Dengan contoh diatas, misalnya PT. Maju Terus, yang memproduksi jenis Y, diperkirakan PKP-nya negatif sebesar (RP 150.000.000) sedangkan PKP PT. Maju Mundur dan PT. Ampuh sama dengann diatas. Maka PPh yang harus dibayar pemilik perusahaan adalah sebagai berikut:

(a) PPh PT Maju Mundur sebesar Rp. 29.000.000

(b) PT. Maju Terus tidak dikenai PPh (menderita kerugian)

(c) PPh PT. Ampuh sebesar Rp 81.500.000

Maka total PPh yang dibayar pemilik perusahaan Rp. 110.500.000.- Jika pemilik perusahaan mengambil tindakan untuk menggabungkan PT. Maju terus dengan PT. Ampuh menjadi PT. Bolo Dhewe maka PPh yang dibayar pada tahun 1991 adalah sebagai berikut:

1) PPh PT. Maju Mundur Rp.29.000.000

2) PPh PT. Bolo Dhewe sebesar Rp 29.000.000 (PPh-nya Rp. 250.000.000 – Rp 150.000.000).

Total PPh yang harus dibayar oleh pemilik perusahan sebesar Rp. 58.000.000. Dengan demikian penggabungan perusahaan yang mendapatkan kerugian dengan perusahaan yang mendapatkan keuntungan (laba) dapat menghemat pajak sebesar Rp.25.000.000.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembagian perusahaan menjadi bebrapa wajib pajak (perusahaan) sangat tepat jika setiap wajib pajak tersebut memperoleh laba (PKP positif), sedangkan penggabungan wajib pajak dirasakan tepat jika penggabungan antara wajib pajak yang memperoleh rugi (PKP negatif) dengan wajib pajak yang memperoleh laba (positif).

Pembagian dan penggabungan yang tepat dapat menghemat pajak berupa penurunan pengenaan tarif pajaki dan pengakuan penghematan pajak pada waktunya.

4. Pemilihan Bentuk Usaha

Dilahat dari segi perpajakan maka bentuk usaha perorangan, firma, dan perseroan komanditer merupakan bentuk yang lebih menguntungkan dibandingkan bentuk perseroan terbatas (PT). Pajak Penghasilan aatas PT dikenakan “dua kali”. Pertama; pengenaan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau diterima oleh PT, dan, kedua; pada saat pemilik (pemegang saham) menerima atau memperoleh deviden.

Hal ini terjadi karena Perseroan Terbatas (PT) “sebagai badan “dan pemiliknya dianggap oleh Perpajakan sebagai wajib pajak yang terpisah.

KESIMPULAN

Wajib pajak selalu berusaha mengurangi pajak. Usaha yang dilakukan untuk menghemat pajak dengan cara melakukan penghindaran pajak. Permasalahan dan kasus perpajakan semakin lama semakin kompleks dan rumit seiring perkembangan perusahaan. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang biasanya terdiri dari fungsi perencanaan pajak.

Dalam manajemen pajak dititikberatkan pada perencanaan pajak, manfaatnya adalah dapat mengurangi kas keluar dan mengatur aliran kas keluar.

Usaha untuk penghematan pajak pada dasarnya berusaha menekan jumlah pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran pajak selambat mungkin. Oleh karena itu, dalam perencanaan pajak ditetapkan beberapa hal yang dapat menghemat pajak. Prinsip yang digunakan adalah memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.

Cara-cara yang dapat dipertimbangkan untuk menghemat pajak antara lain sebagai berikut:

· Mempertimbangkan pelaksanaan program-program tertentu.

· Mengurangi PKP perusahaan melalui peningkatan penghasilan karyawan.

· Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau menggabungkannya.

Semua cara diatas sangat baik dilakukan jika pada tahun pajak tersebut parusahaan memperoleh keuntungan yang besar sehingga mengurangi PKP-nya dikenai tarif pajak tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

I. Mardiasmo, “Instrumen Metode Penyusunan Dipercepat Menurut UU PPh 1984” dan buku PAI ; Satuan Tinjauan Umum.

II. Mardiasmo, Perpajakan. Cetakan ketiga (yogyakarta 1989).

Tidak ada komentar: